Perlukah Wanita Bekerja?

Wanita Bekerja

Wanita Bekerja

Sekarang ini isu boleh tidaknya wanita bekerja adalah isu sensitif. Tidak percaya? Coba saja bawa topik ini ke dalam sebuah forum dan katakan bahwa wanita sebaiknya tinggal di rumah menjaga anak. Tidak perlu menunggu terlalu lama, balasan bertubi-tubi akan menyerang anda. Anda akan dituduh menzalimi wanita, tidak adil terhadap mereka, dan banyak lainnya. Saya tidak melarang wanita bekerja. Akan tetapi ada keadaan-keadaan tertentu yang tidak dipenuhi oleh wanita masa kini ketika ingin bekerja di luar rumah. Hal inilah yang menimbulkan kesan-kesan negatif wanita bekerja di luar rumah. Jadi sebelum menyerang saya, silakan dibaca tulisan saya dengan kepala dingin. Setuju? 🙂

Dulunya negara-negara barat memerlukan pekerja wanita untuk menggantikan kaum laki-laki yang banyak mati dalam perang dunia pertama dan kedua. Selain itu juga disebabkan oleh pesatnya revolusi industri dimana tenaga kerja wanita yang murah dan mudah diperintah dapat memberikan keuntungan ekonomi berlipat ganda. Bagaimana dengan umat Islam? Apa ingin melihat kehancuran akhlak wanitanya seperti yang terjadi di negara-negara barat?

Mengapa kaum wanita ingin bekerja?

Pada umumnya alasan wanita keluar bekerja adalah karena uang. Wanita ini biasanya berasal dari keluarga miskin. Kalau sudah menikah mungkin suaminya sangat miskin dan hanya mampu bekerja sebagai tukang pungut sampah, jualan bakso, atau jadi kuli bangunan. Padahal mereka punya banyak anak seperti kebiasaan orang miskin. Suaminya mau berkerja di pabrikpun agak susah, karena pihak pabrik biasanya lebih memilih kaum wanita karena mudah diperintah dan murah gajinya. Tiada jalan lain bagi istrinya kecuali bekerja, guna menambah pendapatan.

Kondisi keuangan juga menjadi alasan bagi perempuan yang berasal dari keluarga yang miskin yang punya banyak adik-beradik. Karena dia satu-satunya yang mampu mencari uang (orang-tuanya sudah tua dan sakit-sakitan), maka mau tidak mau dia harus bekerja untuk menafkahi adik-adiknya. Wanita dari kelompok ini banyak hidup di negara-negara miskin, misalnya seperti Indonesia dan jumlahnya bisa mencapai jutaan.

Kalau wanita dari kelompok pertama memang terpaksa bekerja untuk membantu suaminya atau keluarganya, maka wanita yang berasal dari kelompok kedua bekerja bukan karena uang. Mereka bekerja karena beberapa alasan di bawah ini:

1. Meningkatkan kenyamanan hidup. Sebenarnya suaminya mampu menyediakan nafkah secukupnya seperti mampu menyewa rumah atau bahkan membeli rumah yang sederhana, punya sepeda motor atau mobil bekas yang sederhana, mampu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah pemerintah, dll. Akan tetapi karena menginginkan kualitas hidup yang lebih tinggi, maka bekerjalah si istri. Mereka memimpikan untuk membeli rumah yang lebih besar, mobil baru, menyekolahkan anak di swasta, dan jalan-jalan ke luar negeri.

2. Desakan orang tua. Orang tuanya telah mengeluarkan uang yang banyak untuk menyekolahkan anak perempuannya. Maka tiada kebahagian lain bagi orang dengan melihat anaknya sukses mendapatkan kerja. Ini juga bisa menaikkan gengsi orang tua di depan kenalan dan saudara-saudaranya. Selain itu kalau anaknya tidak bekerja maka akan menyia-nyiakan uang yang dihabiskan dan gelar yang diperoleh.

3. Membayar hutang pemerintah. Mendapatkan beasiswa memang suatu rezki. Orang tua menjadi lega karena tidak perlu mengeluarkan biaya kuliah yang sangat mahal. Tapi jangan gembira dulu, ada biaya tersembunyi yang harus ditanggung oleh si penerima beasiswa ketika telah lulus kuliah yaitu terikat kontrak kerja dengan pemerintah. Kalau misalnya 1 tahun belajar S1 (degree) kontraknya 2 tahun, maka kalau 4 tahun belajar, harus bekerja dengan pemerintah selama 8 tahun. Kalau mau memutuskan kontrak boleh saja. Tapi harus membayar kembali semua beasiswa yang diperoleh.

4. Menghilangkan ketergantungan (independent) terhadap suami. Wanita dari kelompok ini bangga karena mampu mencari uang sendiri dan memiliki percaya diri yang tinggi. Mereka berkerja karena takut sewaktu-waktu ditinggal bercerai atau mati oleh suaminya. Menurut Islam untuk kasus seperti itu si wanita tidak perlu bekerja, tapi orang tuanya yang akan menanggungnya atau ahli warisnya kalau orang-tuanya sudah meninggal. Bagaimana dengan anak-anak? Kalau ayahnya masih hidup, maka kewajiban si ayah untuk membiayai anak-anaknya, walaupun sudah bercerai dengan istrinya. Kalau si ayah sudah meninggal, maka tanggung jawab ahli warisnya yang akan membiayai anak-anaknya.

Namun karena Islam sudah ditinggalkan jauh pada saat ini, penyelesaian di atas kebanyakan tidak diketahui atau diabaikan oleh orang banyak. Banyak kasus setelah bercerai suami lenyap dengan istri barunya tanpa mempedulikan nafkah bagi anak-anaknya. Akibatnya istri harus bekerja keras untuk membiayai hidup dirinya dan anak-anaknya.

Ada juga yang terlambat menikah atau tidak mau menikah sama sekali, supaya tidak tergantung dengan kaum laki-laki. Makanya banyak wanita di negara-negara kaya yang terlambat menikah supaya bisa mengumpulkan uang yang banyak dulu demi kehidupan yang stabil sebelum menikah.

5. Menaikkan identitas sosial. Ini hanya berlaku bagi kaum wanita yang bekerja di perkantoran baik pemerintah ataupun swasta. Orang-orang akan melihatnya dengan perasaan takjub. Apalagi kalau wanita itu memegang posisi penting di tempat kerjanya. Wanita dari kelompok ini akan mati-matian mengejar karir dengan bersaing sesama lelaki. Mereka bangga kalau bisa mengalahkan laki-laki dalam persaingan itu. Mereka kemudian menganjurkan program-program atau seminar-seminar untuk mengajak wanita lain mengikuti jejak mereka. Orang-tuanya, saudara-saudaranya dan teman-temannya merasa bangga dengan segala kesuksesannya. Bila suatu saat timbul kesadaran wanita itu untuk berhenti kerja, segera mendapat tentangan dari mereka-mereka yang naik status sosialnya karena kesuksesan wanita tersebut.

6. Desakan masyarakat. Apabila pada suatu tempat kebanyakannya wanita bekerja di luar rumah, maka wanita yang hanya menjaga anak di rumah akan dipandang rendah oleh masyarakat. Pertanyaan yang selalu ditanya adalah “Dimana kamu bekerja?”, “Kenapa istri kamu tidak bekerja, kan dia ada pendidikan tinggi?”. Ini lama-kelamaan membuat wanita yang duduk di rumah juga ingin bekerja, karena tidak tahan dengan anggapan rendah tersebut.

Kesan Negatif Wanita Bekerja

1. Merampas pekerjaan kaum laki-laki

Kesibukan perempuan dalam merebut lapangan pekerjaan menyebabkan banyaknya pengangguran laki-laki. Terutamanya apabila perempuan terjun di profesi-profesi pegawai negeri. Akibatnya banyak sekali laki-laki pemilik ijazah sekolah lanjutan dan sarjana yang menganggur sehingga mereka memenuhi kedai kopi dan mengetuk pintu kantor-kantor untuk mencari pekerjaan. Masalah yang bermacam-macam pun mulai timbul akibat sisi kehidupan ini.

Sekitar tahun 2006, saya pernah melihat sebuah program TV di Australia. Program ini menunjukkan bahwa suami yang duduk di rumah menjaga anak dan istri kerja di kantor sudah menjadi kenyataan. Si suami dengan santainya mengatakan bahwa dia tidak malu untuk tinggal di rumah sedangkan istrinya bekerja di luar. Pada awalnya si suami yang bekerja dan berhenti kerja karena sesuatu hal. Mencari kerja yang lain tidak mudah seperti yang disangka. Akhirnya lama-lama ekonomi keluarga tersebut ditanggung oleh si istri. Hal ini tentu bukan yang diinginkan dalam Islam. Dalam Islam suamilah yang mencari nafkah. Cuma karena banyak pekerjaan sudah diambil alih oleh wanita, laki-laki terpaksa duduk di rumah karena ketiadaan kerja.

2. Meningkatkan resiko penyakit

Penyakit jantung yang banyak menyerang kaum laki-laki, kini mulai menimpa kaum perempuan juga. Hal ini dikarenakan perempuan telah banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki.

3. Meningkatnya kriminalitas

Selain itu perempuan yang bekerja juga kini turut merasakan dan memasuki masalah-masalah yang dihadapi kaum laki-laki. Salah satu akibatnya adalah meingkatnya kriminalitas di kalangan perempuan yang disebabkan kelebihan pengangguran di kalangan perempuan terdidik.

Seorang doktor pernah menyatakan bahwa penyebab krisis keluarga di Amerika dan banyaknya kriminalitas di masyarakat adalah karena seorang istri telah meninggalkan rumahnya, sehingga bertambahlah kerusakan keluarga. Oleh karena itu bertambahlah kerusakan masyarakat dan menjadi rendahlah akhlak mereka.

Wanita-wanita yang bekerja di luar rumah juga cenderung menimbulkan fitnah kepada kaum laki-laki. Mereka akan memakai pakaian yang akan menaikkan syahwat lelaki, memaki wangi-wangian yang tercium hingga 10 meter, berbicara dengan manja, dsb. Semuanya mampu meruntuhkan keimanan para laki-laki. Dengan adanya perempuan yang bekerja di kantor-kantor atau pabrik-pabrik akan meningkatkan penyelewengan suami-istri. Bukankah ini akan menimbulkan kegoncangan rumah tangga?

4. Kehilangan sifat kewanitaannya

Perempuan yang bekerja pada sarana angkutan umum,di pertambangan,di perindustrian yang berat, bahkan di bagian pengaspalan jalan dan kebersihan, mereka telah kehilangan sifat kewanitaannya. Perempuan-perempuan yang bekerja di kantor pun makin lama makin jauh hubungan kekeluargaannya karena lelah yang luar biasa baik di rumah maupun di luar rumah.

5. Tidak mampu melayani suami dan anaknya dengan sempurna

Suami yang mengizinkan istrinya bekerja juga turut menikmati gaji si istri menjadi tidak memiliki hak untuk misalnya:

  • Menyuruh istrinya selalu tersenyum ketika bertemu dengannya. Bagaimana mungkin menyuruh istrinya tersenyum yang telah dipenuhi dengan kelelehaan dan stress yang diperoleh di tempat kerjanya.
  • Tempat suami mengadu masalah dan mendapatkan dukungan. Jangan diharaplah, karena istri juga punya segudang masalah untuk diadukan ke suami.
  • Meminta ide dari istri untuuk suami yang sedang buntu dalam masalah kerja. Istri juga sama-ama buntu dalam urusan kerja.
  • Mengurus badan suami. Seperti biasa suami paling senang kalau dipijit oleh istrinya.
  • Menyuruh istrinya mendiamkan anak-anaknya yang menangis.
  • Menyuruh istrinya mencuci piring, baju, menyapu rumah, dll. Dalam hal ini, suami harus berbagi beban dengan istri dalam hal mengurus rumah. Sangat tidak adil memaksa istri untuk tempat mendapatkan uang dan pada saat yang bersamaan meminta istri sendiri untuk mengurusi semua urusan rumah.
  • Dan banyak contoh lainnya yang tidak mungkin untuk disebutkan.

6. Terpaksa membayar pembantu/pengasuh

Bagi keluarga miskin yang tidak mampu membayar pengasuh mereka terpaksa minta tolong orang-tua nya atau saudara-saudaranya untuk mengasuh dan menjaga anak mereka. Sedangkan bagi yang memiliki uang, mereka mampu untuk membayar pembantu dan pengasuh. Mengharapkan seorang pembantu untuk mengurus rumah dan menjaga anaknya sekaligus adalah suatu tindakan yang zalim dan beresiko. Memang biaya lebih murah kalau seorang pembantu mampu melakukan kedua tugas sekaligus. Tapi pembantu seorang manusia juga. Dia bisa kelelahan dalam mengurus rumah, sehingga ketika mangsuh anak majikan bawaannya marah-marah terus. Kadang-kadang sampai dipukul, toh majikan tidak melihat. Selain itu kebanyakan pembantu berpendidikan rendah. Mereka tidak tahu bagaimana cara mendidik anak yang baik. Kalau kedua orang-tuanya tidak sigap dengan keadaan tersebut, si anak akan mengikuti level intelensia pembantu.

Sebagai jalan keluarnya, mereka bisa membayar seorang pengasuh lagi atau mengantarkan anaknya ke sebuah lembaga asuhan. Lembaga asuhan (nursery) juga bukan jaminan kalau anak mendapat cinta yang cukup. Banyak anak yang harus diperhatikan oleh pengasuh-pengasuh tersebut. Memang kelebihannya si anak mampu bersosialisasi denga banyak teman.

Kalau tidak mampu kedua-duanya, terpaksalah meminta orang-tuanya untuk melakukan tugas menjaga rumah dan mengasuh anaknya. Di sini bisa terjadi konflik dalam pendidikan. Orang-tuanya maunya anaknya dididik dengan metode mereka, sedangkan kakek-nenek si anak menggunakan cara lain. Ini bisa menyebabkan konflik. Selain itu apakah tega menyuruh orang-tua mengasuh anak kita? Padahal seharusnya di usia tuanya mereka menikmati hasil jerih payah selama mereka muda.

7. Suami menjadi tergantung kepada penghasilan istri

Pada awalnya pihak laki-laki malu menerima gaji istrinya. Tapi lama-lama menjadi keenakan. Akibatnya suami tidak mau memberikan gajinya kepada istri untuk urusan rumah tungga. Suami menganggap gaji istrinya sudah cukup untuk urusan dapur. Terkadang suami juga meminjam uang dari istrinya, tapi pura-pura lupa untuk mengembalikannya. Kalau sampai pada tahap yang parah, si suami tidak mau bekerja lagi dan bergantung pada gaji istrinya. Ini semua sudah bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Islam, suami yang memberi rezeki, bukan istri. Istri tidak boleh dipaksa secara langsung atau tidak langsung untuk membiayai rumah tangganya. Jangan sangka kasus ini hanya sedikit yang terjadi. Banyak terjadi, cuma sudah menjadi kebiasaan untuk mencampur aduk antara harta suami dan istri.

8. Kenderaan untuk istri bekerja

Ini hanya berlaku bagi istri yang bekerja di kantor-kantor. Untuk transportasi, mau tidak mau sebuah mobil lagi harus dibeli. Ini berarti ongkos bensin tambahan dan pemeliharaan kenderaan. Kalau gaji si istri cuma sekedarnya, hasil yang diperoleh setiap bulanpun tidak terlalu banyak. Belum lagi harus dipotong untuk biaya membayar pembantu dan mengasuh anak.

Kalaupun memilih kenderaan umum untuk transportasi maka muncul resiko-resiku yang lain. Seperti berdesak-desakkan di dalam bus, yang tentu saja sudah tidak memperdulikan lagi batasan-batasan Islam. Juga rasa aman menjadi hilang, karena pada kebanyakan waktu si istri harus pergi sendiri dan mungkin pulangnya bisa malam.

9. Tidak bisa menyusui anak dengan sempurna

Apa beda minum susu langsung dari payudara ibunya dengan minum susu ibu yang dimasukkan ke dalam botol susu. Kedua-duanya mampu memberikan sumber gizi yang sama karena berasal dari ibu bukan susu formula. Bedanya adalah ikatan batin yang diperoleh oleh si anak. Apabila menyusu dari payudara ibunya, bayi akan mempunyai ikatan batin 80% lebih kuat dari yang diberikan melalui botol dan lebih menyintai ibunya. Menyusu langsung dari payudara seorang ibu, hanya mungkin dilakukan oleh ibu yang tidak bekerja.

Selain masalah ikatan batin, biaya juga turut menentukan ketika ingin membeli sebuah pemeras susu. Ibu-ibu yang berasal dari keluarga miskin, tidak mampu membeli pemeras susu yang mahal. Lagipula setelah diperas mau ditaruh dimana susunya? Di rumah belum tentu ada pendingin (kulkas), apalagi di tempat kerja seperti di pabrik-pabrik. Mana ada fasilitas pendingin untuk pekerja wanitanya dan waktu khusus yang diberikan untuk memerah susu. Padahal kalau susu tidak diperas saja lebih dari satu jam akan menyebabkan air susu keluar dan hal ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi si ibu yang sedang bekerja. Jadi air susu yang diperas tidak cocok untuk ibu-ibu yang bekerja dikilang.

Penelitian juga menunjukkan, ibu yang turun tangan langsung mengasuh anak pada tiga tahun pertama kehidupannya akan mendapatkan hasil yang terbaik. Sebab, pada masa itu si ibu memiliki kesempatan untuk memainkan peranan penting dalam perkembangan fisik, kognitif, sosial maupun sosial anak. Kalau begitu setelah tiga tahun, si ibu bisa keluar kerja dengan tenang dong? Belum tentu juga. Anak-anak mudah dibentuk apabila umur mereka di bawah sepuluh tahun. Pada saat itulah kesempatan si ibu untuk menanamkan nilai-nilai agama bagi anaknya yang tidak akan diperoleh dari pelajaran agama di sekolah. Ibu juga memiliki kesempatan untuk membimbing anaknya dalam pelajaran sekolah.

Jenis Pekerjaan Yang Cocok Untuk Perempuan

Sesungguhnya tugas wanita yang pertama dan yang paling besar yang tidak ada pertentangan padanya adalah mentarbiyah generasi yang telah dipersiapkan oleh Allah, baik secara fisik maupun jiwa. Wajib bagi wanita untuk tidak melupakan risalah yang mulia ini disebabkan karena pengaruh materi atau modernisasi apa pun adanya, karena tidak ada seorang pun yang mampu melakukan tugas agung ini yang sangat menentukan masa depan ummat kecuali dia.

1. Pekerjaan untuk melayani kaum perempuan sendiri

Dokter kandungan, dokter bedah, perawat, guru, dll adalah contoh-contoh pekerjaan yang betul-betul diperlukan untuk melayani kaum wanita. Guru sekolah merupakan pekerjaan yang ideal bagi perempuan. Tante saya cuma mengajar di sekolah dasar 3 kali seminggu. Itupun tidak sampai sore. Jadi tante saya banyak meluangkan waktunya dengan anak-anaknya di rumah. Terbukti anak-anaknya sukses semua menempuh pendidikan tinggi.

2. Pekerjaan yang bisa dilakukan di dalam rumah

Pekerjaan dari jenis ini adalah dari jenis bisnis seperti membuka tempat pengasuhan anak, tempat kursus, menjahit, katering, menyediakan pelaminan, konsultan keuangan keluarga, novelis, dll. Pekerjaan dari jenis ini jarang dilirik oleh perempuan karena mungkin tidak dianggap bergengsi. Lebih bergengsi kalau bekerja dikantor, walaupun penghasilannya belum tentu lebih tinggi daripada yang dilakukan di rumah. Alasan lain salain prestise adalah kaum perempuan banyak bersekolah di tempat yang tidak cocok dengan mereka. Harusnya mereka melanjutkan pendidikan di bidang pengasuhan anak misalnya, sebaliknya mereka masuk ke juruskan teknik elektro (Electrical Engineering). Lulusannya terpaksa bekerja di industri-industri yang berada di luar rumah. Jadi kalau anda punya anak perempuan, sekolahkan mereka ditempat yang sepatutnya. Ajarkan mereka ketrampilan menjahit, memasak, membuat kueh, bisnis, dll.

Syarat-Syarat Kalau Wanita Ingin Bekerja

Bila wanita itu bekerja maka harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut (Prof. Dr Md Uqlah Al-Ibrahim antaranya ( Nizam Al-Usrah, 2/282 ; Al-Mar’ah Bayna Al-bayt Wal Mujtama’, hlm 18)):

1. Keperluan yang sangat mendesak sehingga harus keluar bekerja yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian ini:

  • Kematian suami dan memerlukan biaya hidup.
  • Memberikan bantuan kepada dua ibu bapa yang sangat miskin atau suami yang uzur tubuhnya.
  • Membantu bisnis suami yang memerlukan banyak tenaga dan biaya.
  • Mempunyai keistemewaan yang hebat sehinggakan kemahiran ini sangat diperlukan oleh masyarakat umumnya.

2. Pekerjaan ini sesuai dengan fitrah seorang wanita dan kemampuan phisiknya.

3. Menutup aurat dan selalu menjauhi fitnah di tempat kerja.

Hendaknya jenis pekerjaannya memang tidak dilarang, artinya pada dasarnya kerja itu tidak diharamkan dan tidak mengarah pada perbuatan haram seperti menjadi seorang penari yang membangkitkan syahwat dan keinginan bersifat duniawi, atau bekerja di bar-bar yang menghidangkan khamr.

Menggoda laki-Laki

Menggoda laki-Laki

Sudah menjadi fitrah seorang wanita untuk mencari berbagai jalan agar dipuji penampilannya oleh orang lain. Kesempatan ini terbuka luas ketika mereka berada di luar rumah. Mereka akan memakai pakaian-pakaian yang mampu menaikkan syahwat laki-laki. Tidak semestinya pakaian itu berupa rok mini, bisa juga pakaian berjilbab yang ketat. Mungkin mereka berpikir cukup dengan menutup kepala saja, sedangkan badan lainnya dibiarkan dibalut dengan busana ketat. Terkadang masih terbelah lagi rok bawahnya. Selain itu minyak wangi menjadi santapan wajib bagi para wanita. Makin banyak laki-laki yang mencium minyak wanginya, makin bangga wanita itu dengan penampilannya. Belum lagi ditambah dengan rias muka. Itulah semua hal yang menimbulkan fitnah terhadap kaum laki-laki.

4. Tidak berdua-duaan dengan laki-laki dan bercampur baur dengan laki-laki lainnya.

Seperti bekerja sebagai pembantu pada seseorang yang belum menikah atau sekretaris khusus bagi seorang direktur kemudian berduaan

5. Mendapat izin wali atau suami.

Kalau tidak ada izin dari suami, jangan coba-coba nekat bekerja diluar walaupun didesak sama orang-tua sendiri.

6. Tidak mengorbankan kewajiban rumah tangganya.

Seperti kewajibannya terhadap suaminya dan anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugasnya yang asasi.

7. Tujuan dan niat utama bekerja bukanlah kerana keasyikan dan keghairahan kepada mengumpul harta dan niat semata-mata menyaingi lelaki.

8. Berhenti bekerja ketika didapati masalah dalam pendidikan anaknya.

Seorang kenalan istri saya bekerja part-time di sebuah sekolah mengajar bahasa Arab. Akan tetapi ketika anaknya jatuh sakit hingga harus meninggalkan sekolah dalam waktu yang lama, si ibu langsung memutuskan untuk berhenti kerja. Si ibu melihat anaknya jatuh dalam pelajaran sekolah karena banyak ketinggalan. Mengharapkan bapaknya untuk mengajar anaknya juga tidak mungkin, karena bapaknya kembali ketika sore menjelang. Alhamdulillah dengan ketekunan ibunya mengajar anaknya yang berumur tujuh tahun, prestasi sekolah anaknya meningkat kembali.

9. Bekerja tidak sampai pensiun.

Sangat disarankan supaya bekerja dalam tempo tertentu saja dan bukan sampai pensiun. Sepatutnya berhenti sejurus suami mempunyai kemampuan menanggung seluruh keluarga dengan baik. Kecuali jika mempunyai keahlian yang amat diperlukan oleh masyarakat umum.

Fasilitas Untuk Wanita Bekerja

Menurut Dr. Yusuf Al-Qharadawi yang dituntut dari masyarakat Islam adalah mengatur segala persoalan hidup dan mempersiapkan sarananya sehingga kaum wanita bisa bekerja apabila hal itu membawa kemaslahatan bagi dirinya, keluarganya dan masyarakatnya, tanpa menghilangkan perasaan malunya atau bertentangan dengan keterikatannya dengan kewajibannya terhadap Rabbnya, dirinya, dan rumahnya. Dan hendaknya lingkungan secara umum mendukung untuk melaksanakan kewajibannya dan memperoleh haknya. Bisa saja dengan cara wanita diberi separuh pekerjaan dengan separuh gaji (tiga hari dalam satu minggu) umpamanya, sebagaimana sepatutnya masyarakat memberikan kepada wanita libur yang cukup pada awal pernikahan, demikian juga pada saat melahirkan dan menyusui.

Di antara yang harus ditertibkan adalah membangun sekolah-sekolah fakultas-fakultas dan perguruan tinggi khusus untuk kaum wanita yang dengan itu mereka bisa melakukan latihan olah raga dan permainan yang sesuai dengan mereka. Dan hendaknya mereka diberi kebebasan untuk beraktifitas dan melakukan berbagai kegiatan.

Di antaranya juga membangun bidang dan lahan tersendiri khusus untuk para karyawan dan pekerja wanita dalam kementerian, kantor-kantor dan bank-bank, yang jauh dari fitnah, dan lain sebagainya dari berbagai sarana yang beragam dan aktual yang tidak terhitung. Allah-lah yang berkata benar dan Dia-lah yang memberi petunjuk.

Leave a comment